Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengembangkan minyak avtur (jetfuel) dari minyak sawit yang merupakan teknologi biofuel generasi 1,5, atau pengembangan biofuel generasi pertama melalui jalur “hydrotreating“.
“Jalur hydrotreating yakni dengan proses pemberian hidrogen ke minyak sawit (CPO),” kata Kepala Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi BPPT Dr Adiarso pada Lokakarya Pengembangan dan Perekayasaan Teknologi Biodiesel 2011 di Jakarta, Rabu (16/11/11)
Hidrogen tersebut berasal dari gasifikasi biomassa dan menghasilkan C02 dan H2 yang direaksikan dengan sintesis Fischer Tropsch dengan menggunakan suatu jenis katalis sehingga menghasilkan minyak avtur, ujarnya.
Biofuel generasi 1,5 ini dikembangkan BPPT bersamaan dengan pengembangan biofuel generasi 2 sejak awal 2010 bekerja sama dengan Jepang.
“Kalau yang generasi pertama sudah selesai prototipenya sejak lama, bahkan pabrik biodiesel dan bioetanol ini sudah diaplikasikan di beberapa daerah di kawasan perkebunan sawit, jarak atau perkebunan lainnya,” jelas Adiarso.
Teknologi produksi biodiesel merupakan teknologi produksi generasi I, yaitu melalui reaksi esterifikasi dan transesterifikasi minyak nabati dengan sejumlah alkohol dan katalis asam/basa menghasilkan biodiesel (akil ester).
“Namun karena produksi biodiesel generasi I menggunakan bahan baku minyak sawit mentah (CPO) yang harganya sangat tinggi, sampai Rp8.000-Rp9.000 per liter, maka pengusaha sawit tentu saja lebih memilih ekspor mentah langsung daripada membuat biodiesel yang prosesnya harus menambah Rp1.000-2.000 per liter lagi untuk dijual sebagai biodiesel seharga Rp4.500,” katanya.
Itulah mengapa dibuat biodiesel generasi II yang memanfaatkan biomassa melalui proses liquifaksi dan gasifikasi.
“Jika biodiesel generasi I menggunakan minyak sawit, biodiesel generasi II akan menggunakan limbah sawit seperti tandan buah kosong sawit, pelepah dan limbah pertanian lainnya sehingga diharapkan tak ada lagi hambatan mengembangkan biodiesel,” terang Adiarso. (sumber ; kompas.com)